Apakah PhD itu?

Dari percakapan dengan beberapa orang, jadi terinspirasi untuk menulis artikel ini.

1. Apakah PhD itu?

PhD atau panjangnya Doctor of Philosophy merupakan gelar yang diberikan pada seseorang yang telah menyelesaikan studi tingkat doktoral (strata 3). Dari gelarnya dapat dilihat bahwa orang dengan gelar ini -seharusnya- berkemampuan dan berkemauan untuk menjadi seorang doktor (dalam bahasa aslinya berarti pengajar / guru) dan menguasai bidang ilmunya secara mendalam. Tidak sekedar tahu rumus-rumus dan metode-metode, tetapi mengerti benar dasar, tujuan, dan alasan dari semua rumus dan metode tersebut. Salah satu definisi lain, yang rasanya tidak salah, menyebutkan PhD sebagai Permanent Head Damage.

2. Apa bedanya gelar PhD dengan Doktor?

Tergantung bidang ilmu dan jenis studinya, ada macam2 gelar doktor, misal PhD, ThD, Doctor of … dst. Dalam penggunaan sehari2, kita menyapa orang dengan Dr A, Dr. B, bukan A, PhD. Embel2 PhD hanya disertakan di keperluan surat menyurat resmi. Atau di surat undangan nikah dan iklan kematian, kalau kamu orang Indonesia.

Di Indonesia, perbedaan PhD dan Doktor menjadi penting karena universitas2 di Indonesia belum diakui secara internasional untuk menganugerahkan gelar PhD pada seseorang. Itu sebabnya gelar yang diberikan kalau lulus S3 dari univ di Indonesia adalah Doktor, dan bukan PhD. Beberapa dosen saya di ITB dulu ga pernah mau gelarnya ditulis Doktor. Maunya PhD. Enak aja, kata mereka, sekolahnya susah buat dapet PhD!

3. Ngapain aja studi PhD itu?

Sama seperti anak TK: belajar membaca, menulis, berhitung. Yang terakhir ini bahkan tidak perlu untuk bidang studi tertentu.

Studi PhD biasanya ditempuh dalam waktu 4 – 6 tahun. Ada yang lebih singkat, kebanyakan lebih lama 😀 Di Civil Engineering Dept. NUS, rata-rata 5 tahun. Dengar-dengar di Purdue bisa 3.5 tahun dan di Univ. of Chicago bisa 9 tahun. 1 – 2 tahun awal biasanya diisi dengan mengambil kuliah-kuliah yang sekiranya akan mendukung penelitian dan meningkatkan peluang kelulusan dalam Qualifying Exam. Sisa masa studi digunakan untuk melakukan penelitian yang nantinya akan dituangkan dalam thesis / disertasi.

4. Apa saja tahapan-tahapan penting (milestones) dalam studi PhD? 

Harus lulus Qualifying Exam. Ujian ini intinya menilai penguasaan si mahasiswa PhD akan dasar-dasar bidang ilmunya. Tidak hanya terbatas pada topik penelitiannya, tetapi juga konsep-konsep dasar lain dalam bidang ilmunya. Umumnya ditempuh dalam 1-2 tahun pertama.

Harus menyusun proposal penelitian yang jelas dan mempertahankan proposal ini di depan panel yang berisi para profesor yang dirasa ahli di bidang penelitian tersebut. Umumnya ditempuh dalam 2 – 3 tahun pertama.

Memperoleh temuan hasil penelitian yang cukup layak untuk dipublikasikan dalam jurnal internasional ataupun seminar internasional. Di Civil Eng. NUS, standarnya berkisar antara 2-3 makalah jurnal dan 2-3 makalah seminar. Mengingat jurnal-jurnal teknik sipil umumnya memakan waktu 8 bulan – 1 tahun untuk proses review dan revisi saja, menerbitkan makalah dalam jurnal bukan hal mudah. Untuk mengakali hal ini, ada mahasiswa yang mengirim makalahnya ke jurnal yang editor utamanya adalah profesornya sendiri. Yes, some of us do sink that low.

5. Apa itu penelitian?

Kalau ada yang tahu, berilah saya pencerahan!

Menurut legenda, penelitian itu upaya tiada henti untuk menemukan sesuatu yang BARU dan BERGUNA. Baru artinya di seluruh dunia belum pernah ada yang melakukan seperti yang kita lakukan. Berguna artinya kita tahu hasil penelitian ini bakal dibuat apa nantinya, bukan sekedar untuk memuaskan keingintahuan saja.

Untuk bidang engineering, tidak perlu sampai menemukan rumus baru atau material baru. Yang umum dilakukan adalah menyusun metode baru untuk menghitung / mengukur sesuatu, memperbaiki metode yang sudah ada, menerapkan metode yang sudah ada untuk memecahkan kasus yang di seluruh dunia dari jaman Nuh sampai sekarang belum berhasil dipecahkan, atau combine two methods in a smart way (kata profesor saya).

6. Darimana datangnya topik penelitian?

Umumnya mahasiswa PhD sudah punya ketertarikan pada topik tertentu (dalam skala luas). Dari ketertarikan inilah kami memilih universitas / profesor  yang kira-kira sesuai. Meskipun ada pertimbangan lain, misal universitas yang menawarkan beasiswa menggiurkan. Lalu topik yang lebih dalam dan spesifik akan muncul dari hasil membaca kira-kira 100 makalah selama 1 – 2 tahun, diskusi dengan profesor, dan juga disesuaikan dengan proyek penelitian profesor saat itu, yang umumnya didanai oleh pemerintah atau industri.

7. Apa kegiatan sehari-hari mahasiswa PhD?

Bervariasi tergantung universitas, bidang studi, dan profesor.

Sebagai ilustrasi, jadwal sehari-hari saya diisi dengan melakukan perhitungan, termenung melihat hasil perhitungan yang aneh dan tidak sesuai teori, membaca makalah dan buku untuk mengecek teori dan mengecek apa ada  orang yang sudah mendului saya memecahkan hal ini, berdiskusi dengan prof tentang hasil dan langkah selanjutnya, gembira kalau sebab keanehan ditemukan, menulis makalah, di tengah menulis sadar bahwa hasil saya kurang, balik menghitung lagi, menulis, revisi sekitar 5x dari prof, datang kuliah, membuat tugas kuliah, mengajar tutorial untuk anak2 S1, mengoreksi tutorial, datang seminar khususnya yang ada makan gratis. Semua kegiatan ini umumnya memakan waktu dari 9 am – 8 pm (dipotong waktu makan dan bingung).

8. Berapa ratio kelulusan program PhD?

Yang jelas tidak 100%. Pernah dengar dari teman katanya 50-50. Hiii. Tapi selama 2 thn saya menjadi mahasiswa PhD, memang melihat beberapa teman yang memutuskan mundur (atau diputuskan oleh Prof). Merasa tidak cocok dengan kehidupan sehari-hari yang isinya berpikir, merenung, membaca, menulis,  berhitung, dan bingung. Merasa ingin bekerja yang hasilnya lebih nyata. Insinyur sipil yang kerja di konsultan, begadang 3 malam menghasilkan perhitungan struktur. Yang kerja di kontraktor, kerja keras tahu-tahu gedungnya jadi. Bagi mahasiswa PhD, begadang berujung …. makalah, yang kadang pun ditolak oleh jurnal.

9. Jadi apa setelah lulus PhD?

Oh macam-macam. Yang masih cinta proses belajar mengajar dan meneliti, jadi researcher di universitas atau lembaga-lembaga riset. Yang mau lebih praktis, jadi staf R&D di perusahaan besar (sebab perusahaan kecil ga ada R&D nya). Yang udah muak (“no more research” kata teman satu lab saya) bisa kerja di industri sesuai bidang ilmu masing-masing. Contohnya, PhD on Civil Eng. bisa kerja di konsultan struktur atau bahkan kontraktor. Yang bahkan merasa muak dengan bidang studinya, bisa jadi pengusaha, agen properti (ada ini beneran), bintang sinetron (ini juga ada), atau bahkan komikus (yang ini bukan dari civil eng sih). 

10. Apa parameter seorang PhD yang baik?

Menurut wejangan yang saya terima dari para Begawan: menguasai konsep dasar bidang ilmunya, sangat menguasai topik penelitiannya, megikuti perkembangan terkini bidangnya, dapat menemukan topik-topik penelitian yang berguna untuk kehidupan dan dapat menyumbangkan solusi bermutu dalam topik tersebut.

Menurut khalayak umum (yang menurut saya tidak tepat): banyak menulis makalah dan ikut seminar dimana-mana. Lulus dalam 3 tahun.

11.Senangkah menjadi mahasiswa PhD?

Tidak senang kalau hasil perhitungan aneh. Lebih tidak senang lagi kalau sudah begitu, prof mengkritik. Paling tidak senang saat bingung tidak tahu langkah selanjutnya. Merasa tidak berguna saat paper ditolak atau dikritik tajam.Kadang merasa aneh saat teman seangkatan di SMA atau S1 sudah jadi manager, mencicil rumah dan mobil, nikah dan punya anak, sedangkan kita masih berstatus mahasiswa.

Senang saat tahu teman yang sudah lulus PhD dapat gaji gede (ok, we’re still human). Senang saat anak S1  yang diajar mengerti hal baru. Senang saat perhitungan yang sulit dapat dipecahkan. Senang sekali saat dapat mengerti hal baru tanpa diajari siapa-siapa. Senang saat paper diterima. Senang saat melihat profesor yang bermutu –sampai tua terus belajar, masih semangat mengajar dan meneliti– dan membayangkan suatu hari kelak saya akan menjadi seperti itu.

ditulis sambil menunggu perhitungan Matlab selesai. Tulisan sudah selesai, Matlab belum.

Tulisan berikutnya seputar kehidupan mahasiswa PhD dapat dilihat disini.

86 thoughts on “Apakah PhD itu?

Add yours

  1. tulisan yang lumayan mencerahkan. Tetapi , belum berhasil memaksa saya untuk mengambil pilihan menjadi DR atau PhD . 😀

    Baru tahu kalau punggawa phdcomics anak sipil. Beneran ya ?

  2. Haha, tulisannya memang bukan utk memaksa kok 😀
    Bukan, bukan. Penulis phdcomics (Jorge Cham) phd lulusan stanford, tapi bukan anak sipil. Menurut wikipedia dia jurusan mechanical.
    Makasih sudah mampir.

  3. Hahaha, kebetulan lagi jalan-jalan mencari kisah pendukung buat opsi sekolah lagi. Dan, tulisan-tulisan tentang pendidikan lanjut di singapura enak dicerna dan sistematis. Terima kasih sudha berbagi. Tetapi, ya itu. Belum bisa membuat saya memilih untuk kuliah lagi.

    Oya, terima kasih juga sudah mampir ke blog saya juga.

  4. Tulisannya lucu juga…
    Kira2 kapan ya Indonesia diakui utk menerbitkan gelar PhD?
    BTW, catatan sedikit:
    “Yang bahkan merasa muak dengan bidang studinya, bisa jadi pengusaha”
    –> Sayang sekali di Indonesia blm ada paradigma bhw entrepreneurship lebih baik didukung oleh Research. Jadi yg muncul di sini bukan Technopreneurship, melainkan sebatas saudagar/pengusaha yg notabene jauh dari ilmu/teknologi. Padahal, para PhD sebenarnya berpeluang besar utk jadi Entrepreneur, mengingat ilmu mereka yg tinggi.

  5. …very inspiring posts for me who want to pursue my PhD. I’m still thinking hard whether continue and focus my business or continue my study to PhD level, because i’am also a lecturer staff..

  6. Hai..thanks for the info
    ini gara2 saya bertanya ke mantan pacar yg sudah bergelar Phd dan tiba2 timbul pertanyaan apa bedanya dengan Doctor. Hehe..
    sekarang dia sudah bekerja di belgia.

  7. Wih,,,
    makasih banget,,, ni baru tulisan yang sistematis,,, mudah dicerna dan dipahami… perlu belajar ne!!!
    tapi, mau nanya neh…
    “bisa g ya? ngelanjutin Phd tapi dari Univ./PT swasta yang notabene belum di akui skala nasional(maksutnya ya g begitu terkenal UNiv/PT nya)???

    mas, balas yak??

    1. @Bams
      untuk dapat diterima di program phd dengan bekal ijasah dari univ. yang kurang terkenal, saya rasa bisa, hanya tentu peluangnya tidak besar. biasanya hal ini dapat dikompensasi dengan pengalaman kerja yang bagus (di bidang yang sama dengan yang mau ditekuni di program phd-nya, tentu) atau mengambil dulu s2 di univ. yang lebih terkenal mutunya.

  8. lagi browing ttng study lanjutan untuk s2, gak sengaja ketemu tulisan ini 🙂 thanks for the information ttng PhD nya

  9. Trmksh sdh beri pencerahan buat different of PhD dan Doktoral, tulisannya jg menarik. Lugas dan apa adanya.. 😀

    Mengingat keinginan saya buat belajar dan belajar lagi, saya makin semangat utk mengambil S2 Medical Education (jd makin kecil nih peluang beasiswa saya tolak stlh m’baca artikel bpk hehe..)

    Semoga kelak saya bs ambil PhD dgn semangat yg makin menyala!

    regard,

  10. bagus banget tulisannya, benar- benar mengetuk pintu hatiku sbgai mahasiswa yang lagi pusing nulis skripsi padahal masih nyari S1, gmn S2, ph.d ya????????????????

    1. senang kalau tulisan ini bermanfaat 🙂
      selamat menimbang2 dan memutuskan.
      makasih sudah membaca dan kasih komentar.

  11. Tulisan yg sgt menarik..!
    Qu jdi mrasa mkin bodo stlah baca..
    Mank blajar ga boleh berhenti..
    Hummp! Msti terus nuntut ilmu nih!
    Keep study!

  12. sekarang saya masih S1 semester 4 di salah satu PTN.
    wah, jalan hidup ini panjang juga ya. terima kasih atas tulisannya yg sangat mencerahkan 🙂
    mudah-mudahan kita tetap teguh untuk tetap terus belajar dan berbagi ilmu.
    buat teman-teman indonesia semua yg pinter2. plis bgt. boleh kuliah di luar negeri. tapi jgn mengabdi dan bekerja ke luar negeri. dan g mau balik lagi ke negara ini.
    walaupun temen2 semua lebih dihargai di LN dan dipandang sebelah mata di Indonesia.
    marilah membangun negara ini, kalau bukan kita semua, siapa lagi??
    gak bermaksud sok idealis.
    sorry for all and thx 😀

  13. HHH… 11.19 PM,,
    ngantuk berat, tapi langsung segerr begitu baca tulisannya..
    Salut dech…2 jempol!

  14. HHH… 11.19 PM,,
    ngantuk berat, tapi langsung segerr begitu baca tulisannya..
    Salut dech…2 jempol!

  15. So inspiring! Yes you rosed my motivation to pursue my PhD soon. I hope I could start the study by next year, aamien…

  16. SEmangat buat smua pembaca..
    memiliki title tinggi dtambah ilmu yg bsa drealisasikan entah sbg Pengajar atau (apalagi) pengusaha, itu baru luar biasa.. bermanfaat dan menjadi berkat buat sesama.

    GB

    semngat!!

  17. tulisan yang menarik… penjelasannya pas..
    kl boleh tanya,dari pengalaman,mungkin gak sih secara waktu dan kesibukan ambil PhD sambil ajak keluarga dgn anak2 yg masih kecil?

    thanks
    ** nulis komen ini juga sambil nungguin matlab running ^_^

    1. saya tidak ada pengalaman langsung sih, karena pas ambil phd saya masih lajang.
      tetapi ada beberapa teman saya yang ambil phd dan sudah berkeluarga.
      kalau yang cowo yang ambil phd, ga ada masalah kayaknya. tenang2 aja mereka. istri yg urus anak.
      nah kalau sang mama yang ambil phd, lain cerita.
      butuh perjuangan lebih berat, karena harus bagi waktu riset dan keluarga.
      tetapi dengan ada keluarga berarti juga ada support lebih kan.
      sekedar berbagi pengamatan para mama phd:
      1 teman punya bayi sehabis lulus qualifying exam (tahun ke2). berhasil selesai phd akhir thn ke 4. mama dan mama mertua bergantian datang mengasuh bayi. seminggu setelah melahirkan, dia udah nampak lagi di lab (astaga!)
      1 teman punya bayi sebelum lulus qualifying exam. eksperimen tersendat dan berbagai kendala, buntutnya ia ga lanjut phdnya.
      1 teman lain (orang indonesia juga) punya anak 2, ditinggal di indonesia bersama suami. ia ke singapura dan skrg udah mau selesai phdnya. tapi kl phd-nya di eropa atau US tentu lain cerita ya. ga main2 tuh pisahannya.

      1. wow… kayaknya musti dipikir ulang bermalam2 yaa.. ^^
        kalo’ saya mama dengan 2 anak, satu toddler satu kindergarten
        kl gak memungkinkan anak2 dibawa gak mungkin berangkat (jauhan sekian lama? gak kebayang!)

        thanks ya ceritanya ^^

  18. terima kasih untuk tulisan yang sangat inspiratif 😀

    memberi semangat untuk terus kuliah, untuk terus studi 😀

  19. “Yang bahkan merasa muak dengan bidang studinya, bisa jadi pengusaha, agen properti (ada ini beneran), bintang sinetron (ini juga ada), atau bahkan komikus (yang ini bukan dari civil eng sih). ”

    Ini betul banget. Karena penat dengan riset dan pekerjaan kantor, saya menjadi instruktur fitness dan kickboxer amatir pada tahun kedua PhD engineering. Sekarang malah jadi pengusaha.

    Hal yang saya dapat dari PhD dan sangat berguna bagi profesi saya sebagai pengusaha: NGOTOT.

    PhD is not about intelligence. But it is about being so stubborn and persistent. Kalau bisa lulus PhD, most likely orang itu gila dan keras kepala. Dan ngotot.

    Hanya orang gila yang mau belajar 3-6 tahun di negara antah berantah dengan penghasilan kecil, status rendah (student ???? sementara teman-teman sudah jadi manager, punya rumah dan mobil) , diperbudak habis-habisan oleh supervisor, 24 jam/hari/7 hari seminggu tangan tidak pernah lepas dari paper ilmiah, melakukan riset absurd yang hanya segelintir orang di dunia yang tertarik…dan impactnya….tidak seberapa ( so the result of the state of the art method = 96.1%, our method=96.5%) hanya demi tiga huruf di belakang namanya.

    But….. if you can pass it. while still keep your sanity. You can do almost everything.

    Been there done that.

    1. Terima kasih untuk berbagi cerita disini.
      Hanya orang gila yang mau? Hmm, selain orang gila ada pula orang-orang yang suka setengah mati pada bidangnya, sehingga tak keberatan berkutat demikian lama di bidang tersebut.
      Tentang penghasilan kecil, tergantung negaranya. Di Eropa utara dan negara2 maju di Asia, penghasilan PhD student setahu saya setara dengan gaji posisi entry-level di perusahaan2 lokal. Jadi bagi para fresh-graduate, pilihan ambil PhD di tempat2 tsb tidak terlalu gila secara finansial.

      “You can do almost everything” … thanks for the encouragement!
      Sukses untuk usaha Anda.

  20. hahaha..seneng baca tulisannya…lucu dan emang sesuai realitanya…
    omong2, apa anda masih lanjut (ato mungkin sudah lulus) PhD-nya?
    saya termasuk mama PhD tahun ke-2 yang berpisah dan jauuuhh ma keluarga…terasa berat sekali pengorbanan dan perjuangannya…
    mana riset gak jalan2,ujian kualifikasi belum juag,sibuk melototin paper,cari hal terbaru,dll..bosennn..tapi mo apa lagi,tuntutan pekerjaan…semangat sajaaa (menyemangatin diri sendiri)..hehehehe

  21. apakah ada universitas baik luar negeri maupun dalam negeri yang menyediakan program PhD (bukan Doktor) yang berlokasi di indonesia?tq

    1. Terima kasih untuk komentarnya. Saya memang tidak pernah mempelajari mengapa uni di indonesia mengeluarkan gelar doktor dan bukan phd.
      Saya juga sadar ada beberapa negara yang memakai gelar doktor dan bukannya phd.
      Mengenai tulisan saya tentang uni di indonesia tidak boleh mengeluarkan gelar phd, seorang dosen pernah mengatakan demikian, dan saya mengira beliau berkata berdasarkan pengetahuan yang lengkap. Mungkin saja beliau keliru.

      I don’t think I deserve that ‘sotoy’ remark, though.

      1. yang dibahas pengkomen hanya ‘tulisan’nya doank bukan esensi berita. hehe.. so narrow.
        keep writing lovehopefaith

  22. yang menjadi pertanyaan saya sampai sekarang dan saya belum tau jawabannya kenapa bila seseorang memperoleh gelar Phd. gelar yang di punya pada ilang semua? thanks before

  23. Bagi yg sedang menyelesaikan program doktor, tidak usah kecil hati, jalan terus. Saya pernah mengalaminya dan dengan berbekal kesabaran dan ketelatenan, akhirnya selesai juga. Kalau berbagi soal kepusingan ada lagi, terutama yg dompetnya tipis, yaitu biaya penelitian juga relatif mahal, harus pandai pandai menyiasatinya.
    Tapi percayalah, banyak juga hal hal menyenangkan selama proses belajar dan penelitian.

  24. Tulisan yang menarik, terutama saya tertarik dengan profesor-profesor yg sudah tidak muda lagi masih bersemangat untuk belajar dan meneliti… “Senang saat melihat profesor yang bermutu –sampai tua terus belajar, masih semangat mengajar dan meneliti– dan membayangkan suatu hari KELAK SAYA akan menjadi seperti itu”

  25. Tulisan yang bagus dan menambah wawasan tentang apa itu PhD.
    Tapi yg sy heranin kenapa tulisan ini bertolak belakang dengan dosen sy yg bergelar PhD.
    Hahahha 😀
    #korbandosenPhD

  26. salam kak. hehe iseng-iseng nyari pengertian ttg postdoctoral ama postgraduate eh ketemu ini catatan. walaupun masih on the way dalam menjemput gelar sarjana tapi setelah baca catatannya jadi gak sabaran pengen ngerasain jadi mahasiswa strata 2 apalagi kalo bisa mentok sampai strata 3 :))
    kalo bisa berhubungan lebih lanjut. boleh dong kak bagi kontak/emailnya biar bisa nanya2. kebetulan saya newbie kak. selama ini dapet informasi cuma ikutan milis tapi informasi yg di dapat terbatas.
    terima kasih.

  27. pusing2 liat gelar Phd di indonesia ada yang gelar Phd tapi gak tau knapa kok seperti bergelar S2 bahkan mirip S1 ??? bingung, sharing aja ada seseorang yang ngaku Phd tapi kalau ditanya tentang bidang studinya dan materi yang berhubungan dengan studinya gak bisa dijawab 100 % bahkan absen dari jawaban… benar2 mengerikan..! ampun dech… saya biasa baca sendiri materi kuliah tanpa tunggu dosen ngajar jadinya pertanyaan saya kadang tidak bisa dijawab sama mereka yang ngaku bergelar Phd ???? padahal saya baru S1… moohon dikoreksi apa yang salah ya ?

  28. terimaksih atas pengalaman dan pencerahannya,
    begitu tinggi sekali cita2 saya mungkin salah satunya seperti anda,
    semoga ada kesempatan bagi saya untuk memperoleh PhD

  29. Wiii seru tulisannya..menyadarkan hehehehe sebelum perang memang harus tau medan, semoga bisa jadi bekel nanti saatnya mulai phd. Kalau di Jepang apalagi yang beasiswa pemerintah Jepang sangat tegas aturan tidak boleh extend, jadi semoga ya gak molor 3 taun pas selesai..hehehe amin

  30. Oooh, begitu ya. Trims infonya.
    Bagian nomor 11 cukup menggelitik dan membuat saya ikut bertanya, senangkah saya kelak dengan gelar magister ini (belum sih, saat ini proses mengerjakan tesis)

  31. Tulisannya keren, bisa dibilang lengkap.
    Baca sambil serius tiba2 ditengah2 membaca lgsg ketawa wakakaka. Tulisan serius tp humornya dpt.
    Mantappp

  32. Hi Love,
    Tulisan yang sangat menginspirasi, jadi tertarik loh saya ngambil PhD.
    Btw, mau nanya sebetulnya, kesempatan untuk mengajar S1 di Universitas luar, apakah di bayar honorer atau kita harus daftarkan diri menjadi staf disana?

    Thanks
    Best Regards
    M Idham Habibie

    1. P.hD atau Doktor sama S3 . PhD bukan lah S4 sehingga merasa lebih hebat Dan ga mau ditulis Dr he he he, aneh aja ?

  33. Ha ha ha
    Lucu… Saya aja ngakak bacanya
    Bener banget sy sdg menempuh pendidikan strata 2 belum spt anda sih… Tp insyaallah sebenatr lagi 🙂 🙂 🙂 (berharap khususnya untuk beasiswa)

  34. setahu saya PhD itu gelar yang diberikan oleh institusi luar negeri dan kalau di Indonesia itu setara dengan gelar Doktor. Jadi kalo ada orang Indonesia yang kuliah di Indonesia dan mengaku dapat PhD itu perlu dipertanyakan kecuali dia menyelesaikan studinya di luar negeri. Saya setuju bahwa ada berbagai tingkatan Doktor juga 🙂

  35. Hahahaha
    Very good one, pak!
    Me and my hubby discussing whether our child shud do a PhD or no.-
    And thanks, we got the answer thru ur blog.

    Love your writings.
    CY

Leave a reply to On dealing with PhD « Our Journey Cancel reply

Blog at WordPress.com.

Up ↑